Hukum Shalat Tanpa Kesempurnaan Ruku’ dan Sujud


Hukum Shalat Tanpa Kesempurnaan  Ruku’ dan Sujud

(Tulisan ini disalin dari buku karya Ibnul Qoyyim yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Rahasia Shalat)

 

Hal ini telah dijelaskan secara jelas oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan juga para Sahabat radhiallahu ‘anhum, maka tidak ada tempat bagi seseorang untuk menyimpang dari ketentuan yang datang dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dalam masalah ini kita bermadzhab kepada Madzhab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat radhiallahu ‘anhum.

 

Abu Hurairah rhadiallahu’anhu berkata,” Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berada di dalam Masjid, seseorang lelaku masuk dan melaksanakan shalat, selesai shalat ia mendatangi Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam seraya memberi salam, beliau pun menjawab salam tersebut dan bersabda,”Ulangi shalatmu, engkau belum melaksanakan shalat.” Kalimat tersebut beliau ucapkan tiga kali, lalu pria itu berkata,”Demi yang telah mengutus engkau,  inilah shalat yang bisa saya lakukan, maka ajarilah saya.” Beliau bersabda,“Jika engkau hendak shalat, sempurnakanlah wudhu, menghadap kiblat dengan dengan membaca takbir, bacalah beberapa ayat Qur’an, kemudian ruku hingga terasa tenang, bangkitlah dari ruku’ hingga tegak lurus lalu sujud hingga merasa tenang, bangkitlah dari ruku’ hingga tegak lurus lalu sujud hingga lalu duduklah engkau hingga merasa tenang dan lakukanlah semua hal itu di setiap shalatmu”. (HR Bukhari “Bab Izin” 6251, Muslim “Bab Shalat” 397)

 

Hadist ini membuktikan bahwa: Takbir adalah isyarat dimulainya pelaksanaan shalat, tidak ada isyarat lain yang bias mengganti fungsi takbir sebagaimana pembuka shalat, dalam hadist ini juga terdapat pula ketentuan wudhu, menghadap kiblat dan membaca beberapa ayat Qur’an yang menyertai kewajiban membaca Al Fatihah karena ada dalil yang menunjukkan hal ini. Hadistnya berbunyi,”Setiap Shalat tanpa bacaan Fatihah, maka shalat tersebut tidak sempurna.” (HR Muslim “Bab Shalat” 397). Hadist lain berbunyi, “Tidak diterima shalat seseorang tanpa membaca Al-Fatihah.” (HR Bukhari “Bab Adzan” 756, Muslim “Bab Shalat” 394). Pada Hadist Abu Hurairah di atas juga terdapat bukti bahwa Thuma’ninah (tenang) adalah wajib dalam shalat, bagi yang meninggalkannya berarti dia belum melaksanakan perintah-perintah ruku’ dan sujud disertai dengan kalimat “hingga tenang”, begitu pula pada perintah I’tidal dan duduk di antara dua sujud.

 

Kami berpendapat bahwa I’tidal (berdiri dari ruku’) harus dikerjakan hingga tenang, bertentangan dengan pendapat yang mengatakan, “Jika seseorang ruku’ kemudian sujud tanpa menegakkan kepala lebih dahulu maka shalatnya adalah sah. Mengangkat kepala hingga berdiri tegak adalah bagian dari perintah shalat. Sebagaimana adanya kewajiban membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud. Kewajiban membaca tasmi’ dan tahmid ketika berdiri dari ruku’ dengan dalil ayat yang berbunyi, “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar.” (Al-Waqi’ah: 96). Beliau bersabda, “Jadikanlah ayat tersebut sebagai bacaan dalam ruku’. (Abu Dawud “Bab Shalat” 869, Ibnu Majah “Bab Shalat” 887, Ibnu Khuzaimah 600, Hakim 2/477)

 

Juga beliau memerintahkan bacaan tahmid ketika berdiri dari ruku’, dengan bersabda, “Jika Imam membaca “Sami’allahu liman hamidahu” maka bacalah, “Rabbana wa lakal hamdu.” (Tirmidzi “Bab Shalat” 267, Bukhari 769, Muslim 409)

 

Beliau pula memerintahkan kita untuk ruku disertai dengan thuma’ninah (tenang), dan memerintahkan untuk membaca tasbih dan tahmid dalam ruku’. Dalam hal duduk di antara dua sujud, beliau bersabda, “Angkatlah kepalamu hingga engkau tenang dalam duduk.” Kalimat hingga tenang dalam dulu tidak cukup hanya duduk lurus, tapi harus disertai dengan tenang, maka perintah yang harus dikerjakan adalah mengangkat kepala dengan lurus disertai ketenangan.

 

Pendapat para imam yang mewajibkan suatu perkara tanpa berdasarkan hadist ini tidak bias dijadikan landasan hokum.

 

Imam Syafi’i: Mewajibkan surat Al-Fatihah, tasyahud akhir dan shalawat atas Nabi tanpa menyebutkan Thuma’ninah.

Abu Hanifah: Mewajibkan duduk sekadar dengan duduk tasyahud lalu menutup shalat, tanpa menyebutkannya (thuma’ninah).

Imam Malik: Mewajibkan tasyahud dan salam tanpa menyebutkannya.

Imam Ahmad: Mewajibkan bacaan tasbih pada ruku dan sujud, tasmi’ dan tahmid, serta bacaan “Rabbighrifli”, tidak disebutkan dalam hadist tadi.

 

Suatu perkara tidak bias ditentukan seseorang jika tidak disinyalir terdapat dalam hadist Nabi.

 

Jika ada orang berpendapat bahwa Rasulullah telah mensahkan shalat orang tersebut, kami katakan padanya bagaimana mungkin Rasulullah mensahkan shalat tersebut sedangkan beliau bersabda, “Ulangilah shalatmu, sungguh engkau belum melaksanakan shalat”. Artinya, beliau memerintahkan orang itu untuk shalat karena menurut beliau orang itu belum melaksanakan shalat, sementara shalat yang telah dikerjakan dianggap tidak sah, hal ini tidak bisa diingkari.

 

Jika ada pendapat bahwa Rasulullah tidak menegur shalat itu sebelumnya. Jawaban kami, hal itu memang benar dengan tujuan penerapan suatu proses hukum secara betahap agar tidak berat diterima, orang itu belum mengerti akan cara shalat yang benar. Hal serupa terjadi pula ketika seseorang buang air kecil disalah satu sujud masjid dan Rasulullah melihat hal itu dan membiarkan hingga selesai, dan Rasulullah mengajarkan tata cara buang hajat setelah orang itu selesai dari buang hajat. Ini adalah bagian dari rasa kasih Beliau terhadap ummatnya dan cara beliau yang sempurna dalam mendidik ummat.

 

Jika ada pendapat, mengapa Rasulullah tidak menghentikan shalat tersebut dengan berkata, “Berhentilah dari shalatmu”, kami menjawab, “Kepada orang yang buang air kecil di Masjid, Rasulullah tidak langsung melarang. Ini adalah cara yang paling sempurna yang beliau terapkan. Seandainya Rasulullah tidak memerintahkan untuk mengulang, berarti shalat tersebut dianggap sah menurut syari’at, hingga bisa dijadikan landasan hukum.

Jika ada yang berpendapat, Kalimat Beliau “engkau belum melaksanakan shalat” maksudnya adalah engkau belum melaksanakan shalat secara sempurna. Jawaban kami, shalat dikatakan tidak sempurna jika salah satu perkara yang mustahab (sunnah) ditinggalkan. Kalimat, “Ulangilah shalatmu, sungguh engkau belum shalat” artinya shalat itu batal dan tidak benar (tidak sah).

 

Dari Rifa’ah bin Rafi’, “Pada suatu hari Rasulullah duduk bersama kami di masjid, tiba-tiba datang seorang pria badui (kampong), orang tersebut shalat dengan ringkas, setelah selesai shalat, orang itu menghampiri Nabi dan memberi salam, Beliau membalas salam dan bersabda, “Ulangilah shalatmu, sungguh engkau belum melaksanakan shalat.” Pada akhirnya orang tersebut berkata, “Ajarilah saya Rasulullah, saya adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar.” Beliau bersabda, “Baiklah, jika engkau akan hendak melaksanakan shalat berwudhulah engkau seperti yang Allah perintahkan, lalu bacalah syahadat (do’a), berdirilah, baca berapa ayat Qur’an yang engkau bisa, jika tidak maka bacalah Alhamdulillah, Allahuakbar, dan la ilaaha illahallah. Kemudian ruku’lah hingga tenang dalam ruku’mu, lalu berdirilah hingga engkau berdiri tegak, lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujudmu, lalu duduklah engkau hingga tenang dalam dudukmu, lalu berdirilah engkau, jika engkau melaksanakan shalat seperti itu, maka sempurnalah shalatmu itu, dan jika berkurang perkara shalat seperti itu maka tidak sempurnalah shalatmu.” Hal ini yang mereka abaikan, bahwa siapa yang mengurangi perkara di atas, maka berkuranglah sesuatu dari shalatnya dan tidak berkurang dari seluruhnya. (HR Ahmad, Musnad 4 340, Tirmidzi “Bab Shalat” 302, Abu Dawud “Bab Shalat” 858, Nasa’I “Bab Mughanimah” 2/193, Ibnu Hibban 1787, Hikam 1/241-242, Ibnu Khuzaimah 545)

 

 Bersambung….

5 Balasan ke Hukum Shalat Tanpa Kesempurnaan Ruku’ dan Sujud

  1. erna berkata:

    betapa tidak sempurnanya shalat ku slama ini..
    tanpa aqku ulangi kembali shalatku itu karena aku mnganggap itu sudah semourna

  2. Iftida'ur Rohmah berkata:

    menurut saya,sholat tanpa adanya ruku’ dan sujud itu adalah kurang syah, karena keduanya adlah rukun solat yang harus di penuhi

  3. hasan muslim berkata:

    terimakasih atas bacaan ini mudah2an bisa menjadi salah satu petunjuk bagi saya dalam mencapai kesempurnaan dalam melaksanakan shalat dan insyaallah saya juga dapat membimbing anak dan istri dalam pelaksanaan shalat. aamiin

  4. Norhaniza berkata:

    Salam ustaz..
    Saya nk tanya satu soalan..
    Andaikata pada rakaan ke empat saya dapati
    Semasa rukuk saya membaca bacaan sujud tapi ketika itu saya teringat semasa tahiyat akhir..
    Apakah hukum solat saya ketika itu..
    Adakah sah..
    Adakah saya perlu buat solat semula..
    Or
    Saya perlu sujud sahwi

    • rezakahar berkata:

      Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh

      Setahu saja bacaan ruku dan sujud itu tidak wajib, jadi seharusnya tidak perlu sujud sahwi. Info detail perlu saya cari dulu

Tinggalkan komentar