Teknologi Microwave Point to Point Pada Jaringan Telekomunikasi Bergerak


Teknologi Microwave Point to Point Pada Jaringan Telekomunikasi Bergerak

 

Jika kita melihat ke menara atau tower BTS para operator, akan terlihat dua buah macam antena berbentuk bulat dan persegi panjang. Antena yang berbentuk bulat, dari yang kecil sampai yang super besar, disebut juga dengan antena parabola. Antena parabola ini memiliki radiasi gelombang elektromagnetik yang runcing sehingga bisa menjangkau jarak yang jauh. Karena kelebihan ini antena parabola sering dipakai untuk menghubungkan tower seolah-olah seperti kabel yang tak terlihat. Antena ini memiliki berbagai ukuran. Parabola yang kecil berdiameter 0.2 m – 3.0 m dan yang besar berdiameter 3.7 m bahkan sampai 4.5 m. Makin besar antena makin runcing radiasinya, sehingga makin jauh jangkauannya. Istilahnya dalam telekomunikasi adalah makin besar antenna makin tinggi gain (p). Namun, penggunaan antena besar perlu memperhatikan kecukupan ruang di tower dan juga kekuatan tower menahan beban beratnya.

 

Dalam dunia telekomunikasi bergerak, antena yang bundar ini dan sering disebut sebagai antena parabola ini dipakai oleh perangkat yang dinamai perangkat transmisi radio microwave (gelombang mikro) point to point. Jangan dibayangkan ya kalau ini perangkat untuk memasak atau memanaskan makanan. Kenapa disebut microwave/gelombang mikro? Karena frekuensi yang dipakai cukup tinggi dimulai dari 3 GHz sampai 80 GHz. Radio microwave point to point mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan jaringan optikal dan copper, yaitu cepatnya instalasi, harga perangkat dan instalasi yang lebih murah, berguna untuk daerah yang bergambut, antar pulau, pegunungan, pedesaan, padat penduduk, dan masih banyak lagi.

 

Sedangkan antena yang berbentuk persegi panjang disebut antenna sektoral. Karakteristik antena ini memiliki radiasi yang lebih lebar yang berguna untuk menangkap sinyal dari hand phone di sekitar tower. Antena jenis ini yang dipakai oleh perangkat yang disebut sebagai Base Transceiver Station (BTS) (2nd generation (2G)), NodeB (3rd generation (3G)), maupun eNodeB (LTE). Jadi dengan antenna sektoral yang memilik beamwidth 120 derajat, maka dengan 3 sektor akan tercover area disekitar tower.

 

Arsitektur Radio Micowave Point to Point Network

 

 

Radio microwave point to point pada tahun 2004 terdiri dari dua teknologi yaitu Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) dan Synchronous Digital Hierarchy (SDH). Radio microwave point to point ini merupakan bagian dari mobile backhaul bersama dengan jaringan optikal dan jaringan copper (kabel tembaga). Radio PDH pada waktu itu biasanya digunakan untuk backhaul jarak pendek yang menghubungkan BTS beberapa hop ke Base Station Controller (BSC) untuk teknologi generasi kedua (2G), yaitu Global System for Mobile communication (GSM). Radio PDH biasanya memiliki kapasitas yang lebih kecil dari pada kapasitas SDH, sehingga radio PDH pun lebih murah daripada radio SDH. Pada tahun 2004 akhir, radio PDH yang paling kecil berkapasitas 4 E1, di mana satu E1 itu memiliki kecepatan yang besarnya sekitar 2 Mbps (Mega bit per second), sedangkan kapasitas yang paling besar adalah 16 E1. Untuk mendapatkan 1 E1 sebesar 2 Mbps atau tepatnya 2,042 Mbps ini adalah dari 32 time slot (slot waktu), sebuah time slot memiliki kecepatan 64 Kbps (Kilo bit per second). Untuk mendapatkan kapasitas 16 E1 ini diperlukan bandwidth sebesar 28 MHz (Mega Hertz) dengan modulasi QPSK (Quadrature Phase Shift Keying). Sedangkan untuk mendapatkan 4 E1 berarti kita butuh sekitar 7 MHz bandwidth. QPSK adalah sistem pemetaan pada komunikasi digital yang menggunakan bilangan biner nol (0) dan satu (1) sebagai data. Dengan menggunakan QPSK kita bisa memetakan satu pasang bilangan biner yaitu 00, 01, 10 dan 11 dalam masing-masing sebuah simbol tegangan.

 

Biasanya radio PDH ini menggunakan pemetaan konstelasi QPSK untuk mendapatkan kecepatan maksimal sampai 16 E1 dengan bandwidth 28 MHz. Seiring dengan perkembangan zaman radio PDH ini mulai meningkat kapasitasnya dengan menggunakan modulasi yang lebih tinggi seperti 16 Quadrature Amplitude Modulation (QAM) yang mengirimkan 4 bit sekaligus dalam satu simbol, dan juga 64 QAM yang mengirimkan 6 bit sekaligus dalam satu simbol. Pada tahun 2010 radio PDH yang sampai 64 QAM ini dengan kecepatan transfer data sebesar 75 E1 atau 150 Mbps dalam satu modem dan radio

 

SDH lebih sering dipakai untuk backbone pada mobile communication. Istilah backbone (tulang punggung atau tulang belakang) ini sering dipakai karena biasanya menghubungkan antar BSC, BSC ke Mobile Services Switching Center (MSC), dan antar MSC, yang berisi komunikasi banyak sekali pengguna jasa telekomunikasi. Jadi backbone ini sangat vital sekali, sekali putus, bisa banyak sekali pelanggan yang tidak bisa melakukan komunikasi. Pada tahun 2005 awal, jika satu site radio SDH ini di pulau Sumatera mengalami kerusakan di daerah tengah seperti kebakaran, atau kejadian lainnya, maka bisa mengakibatkan setengah Pulau Sumatera tidak akan bisa berkomunikasi. SDH ini menggunakan satuan kapasitas Synchronous Transfer Module (STM), biasanya kelipatan 4 ditulis setelah tulisan STM yaitu STM-1, STM-4, STM-16, dan seterusnya. SDH juga teknologi yang biasa dipakai pada jaringan optikal. Untuk mendapatkan STM-1 ini dibutuhkan bandwidth 28 MHz dengan modulasi 64 QAM.

 

Dari 64 QAM ini kita mendapatkan bahwa 64 merupakan 2^6 yang memiliki arti setiap 6 pasang data biner yang akan kita transmisikan kita petakan ke sebuah simbol pasangan tegangan I dan Q. Jadi dengan 28 MHz pada 64 QAM bisa didapatkan STM-1 atau sebesar 155 Mbps. Jika kita jadikan E1, maka kita akan mendapatkan total 64 E1, atau sebesar 64 x 2 Mbps = 128 Mbps. Selisih dari 155 Mbps dengan 128 Mbps ini yaitu sebesar 27 Mbps adalah overhead untuk sinkronisasi, dll, dalam membentuk sebuah STM-1.

 

Ada tiga macam model Radio microwave point to point dalam segi arsitektur. Yang pertama adalah Split Radio, Fully Indoor Radio, dan Fully Outdoor Radio. Untuk yang split radio, maka Radio microwave point to point ini dibagi menjadi Indoor Unit (IDU) dan Outdoor Unit (ODU). Indoor Unit terdiri dari perangkat yang menjalankan fungsi menerima input data berupa E1 untuk dimodulasi dengan QPSK maupun QAM, dan kemudian keluar dalam bentuk Intermediate Frequency (IF) melalui kabel Coax menuju Outdoor Unit yang memodulasi IF menjadi gelombang radio frekuensi tinggi untuk disalurkan ke antenna dan dipancarkan menuju antenna di tower seberang. Cable Coax ini biasanya paling kecil berdiameter 7.6 mm untuk panjang sekitar 100 meter. Sedangkan kabel dengan diameter 10 mm digunakan untuk mendapatkan performansi bagus untuk jangkauan sampai 200 m.

 

Pada Indoor Unit untuk radio tipe lama ada Multiplexer Modem Unit (MMU). Card MMU ini menggabungkan beberapa E1 dari interface masukan oleh multipexer, kemudian dimodulasi QAM atau QPSK oleh Modulator Demodulator (Modem) sebelum dikirimkan ke Radio Unit (RAU) pada ODU. Interface masukan E1 menuju MMU melalui bus di backplane megazine IDU. Perkembangan lebih lanjut Radio microwave point to point memperkenalkan Node Processor Unit (NPU) yang memiliki Ethernet Swicthing untuk memproses Ethernet data.

 

Contoh konfigurasi fully indoor microwave point to point radio. Radio unit dan modem terletak di dalam ruangan. Antena dihubungkan ke filter melalui waveguide.

 

Sedangkan untuk fully indoor radio, semua proses ada di dalam shelter. Yang keluar shelter sudah dalam bentuk sinyal radio frekuensi tinggi dibawa oleh wave guide menuju antenna bundar yang ada di bagian atas menempel pada tiang-tiang tower. Frequensi yang dipakai pada Microwave ini dari sekitar 3 GHz – 23 GHz. Biasanya yang radio split untuk access memakai 7 GHz, 15 GHz, 18 GHz, dan 23 GHz. Konfigurasi ketiga adalaha fully outdoor unit, di mana modem, radio, dan antenna ditaruh di atas tower, dan interface yang keluar langsung Ethernet interface berupa kabel optik maupun kabel LAN.

 

Pada tahun 2010 dikembangkan teknologi radio microwave yang menggunakan frekuensi 70/80 GHz, disebut juga pencil beam karena kecilnya beam bagaikan pensil. Kebanyakan regulasi di beberapa negara ada yang membebaskan biaya izin pemakaian frekuensi ini karena kemungkinan interferensi kecil yang diatasi dengan mengatur ketinggian antenna.

 

Dikembangkan juga teknologi adaptive modulation pada radio microwave point to point, dengan cara kerja yaitu jika ada fading yang cukup besar redamannya seperti hujan yang mengakibatkan kuat sinyal yang diterima kecil sekali misalnya -70 dBm, sehingga orde modulasi yang tinggi secara otomatis langsung berkurang menjadi orde modulasi kecil, misalnya dari 64 QAM berubah menjadi 4 QAM, akibatnya batas ambang kuat sinyal yang diterima bisa makin sensitif untuk menerima kuat sinyal yang kecil sebagai data. Apabila batas ambang kuat sinyal yang diterima tidak diturunkan dengan cara mengurangi orde modulasi tersebut, maka sinyal yang diterima akan dianggap sebagai noise. Teknologi lain yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini adalah Cross-Polarization Interference Cancelers (XPIC) yang dipakai agar bisa menggunakan polarisasi horizontal dan vertikal pada kanal bandwidth yang sama. XPIC pada sisi menambah peredaman sinyal salah satu polarisasi sehingga bisa dianggap sebagai noise karena kurang dari batas ambang.

 

Seiring mulai dipasangnya teknologi telekomunikasi bergerak 3G dengan basis Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA) di berbagai tempat, teknologi radio access yang disebut Node-B mulai mengeluarkan data Ethernet/IP interface menuju radio microwave point to point. Oleh karena itu, radio microwave point to point ini pun mulai berkembang menjadi radio Ethernet/IP yang mengakibatkan migrasi cukup masif dari tekologi PDH dan SDH menuju teknologi Paket Ethernet/IP. Proses migrasi ini menggabungkan dalam satu casing modem PDH, SDH, dan Ethernet. Pada awalnya Ethernet ini masih dibungkus dalam PDH. Jika ingin dilalui menggunakan SDH, maka Ethernet ini dibungkus PDH kemudian dibungkus lagi dengan SDH. Ethernet juga bisa dibungkus langsung per Virtual Container (VC)-12 atau VC-4 untuk mengurangi overhead PD. Setelah itu perkembangannya mulailah Ethernet murni di modulasi QAM maupun QPSK untuk dikirimkan langsung ke radio unit dan disalurkan ke antenna parabola yang mirip gendang.

 

Perkembangan modulasi pun begitu pesat, dari tadinya QPSK, 16 QAM, 128 QAM. Perkembangan berikutnya 64 QAM, 256 QAM. Pada tahun 2010 pertama kali di dunia demo pada suatu operator di Indonesia yaitu 512 QAM dengan bandwidth 56 MHz untuk Ethernet murni. Dengan menggunakan dua unit radio 512 QAM, didapatkan total kecepatan sekitar 1 Gbps dalam mentransmisikan data. Sampai sekarang ini pertengahan tahun 2014, modulasi pada radio microwave point to point terus dikembangkan hingga 1024 QAM untuk meningkatkan kecepatan data. Perkembangan teknologi radio microwave point to point ini terus berkompetisi dengan perkembangan radio akses seperti LTE Advance dengan bandwidth 100 MHz 4×4 MIMO secara teori bisa mencapai lebih dari 3 Gbps.

 

Foto split microwave point to point radio. Radio unit menempel langsung pada antenna dan dihubungkan dengan modem melalui coax cable

8 Balasan ke Teknologi Microwave Point to Point Pada Jaringan Telekomunikasi Bergerak

  1. albert halawa berkata:

    agan kerja dimana knp bisa tau sedetil ini.

  2. Deni irwansyah berkata:

    Gan bisa minta referensi supplier radio link dengan freq. 10.5ghz di Indonesia

  3. hafiizh berkata:

    alhamdulillah,,,
    ilmunya bermanfaat, detail dan mudah dipahami

  4. LewatOnline berkata:

    Sangat rinci, trimakasih atas wawasannya sy jd tau teknologi dibalik sinyal hp 😀

Tinggalkan komentar