Menyambut 5G di Tahun 2020


Bandar Lampung, 30 April 2017

Di akhir zamaan ini, dunia sedang menunggu-nunggu diresmikannya teknologi generasi ke-5 (5G) komunikasi bergerak nirkabel pada tahun 2020. Sudah sebentar lagi ya, sekitar tiga tahun lagi. Sebenarnya, para peneliti pun meneruskan penelitiannya melebihi 5G, untuk menuju 6G tahun 2030.

Kira-kira apa saja ya teknologi yang menjadi kandidat untuk terpakai memenui kriteria 5G yang telah ditentukan oleh standar dunia telekomunikasi, International Telecommunication Union (ITU). Berbagai kriteria itu dikelurkan oleh ITU yang tertuang di dalam International Mobile Telecommunication (IMT) 2020, di mana angka 2020 ini merujuk kepada tahun peluncuran teknologi 5G di masa depan. Ya, teknologi telekomunikasi bergera nirkabel ini memunculkan generasi baru sekitar 10 tahun, dimulai dari 1G sekitar tahun 1980-an, 2G di tahun 1990-an, 3G pada tahun 2000-an, dan saat ini yang terakhir yaitu 4G mulai pada tahun 2010-an.

Berbagai kriteria dikeluarkan oleh IMT-2020, mulai dari kecepatan data puncak, latency/delay pemrosesan data, efisiensi energi, mendukung kecepatan tinggi. Dua kriteria yang cukup jadi pembicaraan adalah kecepatan data dengan puncaknya pada 20 Giga bit per detik/second (20 Gbps), serta latency atau total delay yang diperlukan dalam pemroresan dan pengiriman data harus di bawah 1 mili detik/second (1 ms).

Sebagai catatan, masih banyak yang keliru membedakan antara bit dan Byte. Bit menggunakan simbol huruf b kecil, sedangkan Byite menggunakan simbol huruf B kapital. 1 Byte mengandung sebanyak 8 bit (1 B = 8 bit).  Banyaknya bit dalam satu detik atau second yang disingkat dengan bps ini biasa digunakan untuk menunjukkan kecepatan data pada teknologi komunikasi data. Sedangkan Byte lebih sering digunakan untuk menunjukkan kapasitas atau besaran data suatu file, alat penyimpanan data seperti hardisk, flashdrive, dll. Besarnya Byte dalam detik yang disingkat dengan B/s juga bisa kita lihat ketika kita mengunduh (download) suatu file. Rupanya B/s ini menunjukkan kecepatan ketika suatu file diunduh.

Banyak peneliti berjuang mencari, mengusulkan, membuat, teknik-teknik yang dapat meningkatkan kecepatan puncak hingga 20 Gbps dan latency kurang dari 1 ms. Oh ya, 1 Giga bit (1 Gb) ini sama dengan 1 miliar bit (1.000.000.000 bit). Dalam hal untuk meningkatkan kecepatan hingga 20 Gbps ini, para peneliti mengusulkan berbagai teknologi untuk mencapai kecepatan tersebut, diantaranya adala (1) Massive Multiple-Input-Multiple-Output (MIMO), (2) Full Duplex, dan (3) Milimeter Wave. Teknik yang diusulkan untuk mengurangi latency hinga bisa lebih kecil dari 1 ms, diantaranya yaitu dengan cara mengurangi proses handshaking pada uplink, disebut sebagai grant-free. Kecepatan tinggi hinggal 20 Gbps sangat diperlukan untuk layanan super broadband seperti hologram maupun TV digital atau IP TV 4k hingga 8k dengan pengguna yang banyak. Sedangkan latency rendah berguna untuk machine to machine, device to device communication, terutama untuk mengendalikan mesin berat seperti ekskavator, dll. Tulisan mengenai teknik-teknik ini perlu dituangkan di sub-halaman yang berbeda 🙂

Teknologi 5G juga berusaha mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada pada teknologi sekarang ini pada 4G. Sebagai contoh, teknologi saat ini menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang dipakai agar data yang dikirimkan dengan durasi simbol yang sangat kecil sekali, tidak rusak akibat dari sinyal-sinyal pantulan (multipath fading).

Durasi bit pada 4G sangat kecil sekali, karena jumlah bit yang dikirimkan dalam satu detik bisa berjumlah jutaan. Dengan bantuan teknik pemetaan bit ke simbol yang disebut dengan Quadrature Amplitude Modulation (QAM), maka kita dapat memperlebar durasi atau perioda bit ke dalam durasi simbol. Sebagai contoh, dalam satu detik, kita mengirimkan 900 juta bit.  Maka dengan bantuan 512-QAM, maka dengan nilai 512 sama dengan 2 pangkat 9, artinya kita bisa memetakan 9 bit ke dalam sebuah simbol yang dikirimkan. Artinya, dari 900 jut bit, kita dapat mengirimkan 100 juta simbol aja dalam satu detik, di mana 100.000.000 simbol per detik berarti 100.000.000 Hertz = 100 MHz. Akan tetapi, 100 MHz ini termasuk masih besar, di mana durasi simbol 1/100.000.000 = 1/100 mikro detik = 10 nano detik = 10 ns.

Durasi 10 ns masih rentan terhadap perusakan sinyal oleh multipath fading. Oleh karena itu, OFDM terpilih pada donwlink 4G Long Term Evolution (LTE), untuk mengatasi masalah ini. Dengan menggunakan OFDM, bit-bit yang dikirimkan ini kemudian dipetakan ke dalam frekuensi sub-carrier sebesar 15 KHz. Artinya durasi simbol yang tadinya 10 ns, berubah menjadi 1/15.000 = 1/15 mili detik. Durasi mili detik masih cukup tahan untuk melawan sinyal-sinyal pantulan dari multipath fading. Dengan durasi simbol 1/15 mili detik, maka dengan 1 detik dapat mengandung 14.000 – 15.000 simbol OFDM dalam 1 sub-carrier. Oh ya, satu sub-carrier ini dalam prakteknya digunakan 1 titik Fast Fourier Transform (FFT).  Sub-carrier yang saling orthogonal ini dijumlahkan oleh FFT. Sehingga, jika kita menggunakan 2 ribu titik FFT, maka ada 2 ribu  sub-carrier dengan lebar pita (bandwidth) masing-masing 15 KHz, sehingga total bandwidth yang dipakai adalah 2 ribu x 15 KHz = 30 ribu KHz = 30 MHz. Jadi bisa dihitung berapa titik FFT yang dipakai untuk mengoperasikan bandwith 100 MHz.

Begitu banyaknya simbol-simbol data OFDM yang dikirimkan dalam waktu satu detik melalui gelombang elektromagnetik di udara dari antena pemancar Base Transceiver Station (BTS) ke perangkat pengguna (user equipment (UE)). Tentu saja, ada banyak pengguna (user) yang terkoneksi ke sebuah BTS. Tentu saja BTS ketika mengirimkan sinyal OFDM ke sekelilingnya, perlu menugaskan simbol tertentu pada sub-carrier tertentu itu milik user yang mana, apakah user pertama atau user kedua, dan seterusnya. Standar 4G LTE mendefiniskan sebuah blok sumber daya (resource block (RB)) terderi dari 12 sub-carrier dan 7 durasi simbol, sehingga total ada 84 simbol OFDM di dalam sebuah RB. Sedangkan sebuah user/pengguna minimal mengakses 2 RB. Tiap user mengakses lebih dari 2 RB tergantung seberapa besar data yang diperlukannya, yang terkait dengan seberapa besar bandwidth yang perlukan oleh user tersebut. Oh ya, BTS ini pada 3G disebut Node-B, sedangkan pada 4G disebut e-Node-B, di mana e adalah singkatan dari evolved. Kira-kira apa ya nama BTS pada 5G?

Dengan kata kunci (key word) tiap user “mengakses” minimal 2 RB. Maka, kata akses ini, dalam bahasa inggris yaitu access, memunculkan sebuah nama teknologi sendiri ketika mengakses sinyal OFDM, yaitu OFDM Access (OFDMA). Sedangkan untuk kebalikannya dari downlink, yatu uplink, menggunakan modifikasi dari OFDM atau OFDMA ini. Kenapa OFDM atau OFDMA ini perlu dimodifikasi? Hal ini, karena rupanya OFDM memiliki Peak Average Power Ration (PAPR) yang tinggi, di mana daya puncak cukup tinggi dibandingkan dengan daya rata-rata pada sinyal OFDM. Hal ini masih ok pada BTS, akan tetapi menjadi masalah pada perangkat pengguna yang memerlukan hemat energi. Isu ini juga menjadi  penting pada sisi satelit yang memerlukan efisiensi daya.

Bagaimanakah caranya untuk mengatasi PAPR pada OFDM? OFDM yang hanya menggunakan satu kali FFT  pada sisi pengirim, dan satu kali kebalikannya yaitu IFFT  pada sisi penerima, maka modifikasi dilakukan dengan menggunakan dua kali, yaitu FFT dan IFFT pada pengirim, dan juga pada penerima. Menjadi pertanyaan pada awalnya, bahwa FFT dan IFFT yang dipakai secara bersamaan pada pemancar, maupun keduanya dipakai secara bersamaan pada penerima, bukannya saling menghilangkan (saling meng-cancel)? Terlihat begitu sederhana tapi sangat efekti efektif hanya dengan menambahkan satu FFT atau IFFT pada OFDM maka ternyata memperbaiki PAPR pada OFDM. Kemudian teknik ini diberikan nama oleh 4G LTE dengan sebutan Single Carrier Frequency Division Multiplexing Access (SC-FDMA). Peneliti Telekomunikasi terkenal dari Indonesia pun dengan waktu yang hampir bersamaan, menemukan teknik yang sama pada disertasinya, untuk diaplikasikan saat itu pada sistem Satelit. Akhirnya, disertasinya menjadi paten, serta diadopsi oleh standar dunia ITU Radio (ITU-R).

SC-FDMA yang merupakan modifikasi dari OFDM atau OFDMA ini, maupun OFDM itu sendiri, menjadi isu tersendiri dalam merancang teknologi 5G. Rupanya, masalah ortogonalitas pada sinyal OFDMA dan SC-FDMA ini menjadi masalah jika ada kejadian frequency-offset yang disebabkan oleh perangkat, misalnya dari kristal osilator yang membangkitkan sinyal pembawa. Akhir, para peneliti 5G pun berusaha mengatasi masalah ortogonalitas ini dengan meneliti teknik-teknik baru yang non-ortognal. Sebagai contoh yang menjadi kandidat teknologi non-ortognonal adalah (1) Fast OFDM (FOFDM), dan (2) Generalized Frequency Division Multiplexing Access (GFDMA). Fast OFDM ini dipasangkan dengan teknologi access yang lebih advanced, yang bisa dikatakan gabungan dari Code Division Multiplexing Access (CDMA) dan OFDM, yang disebut dengan Sparse Code Multiplexing Access (SCMA).

Singkatnya FODM ini mengatasi masalah ortogonalitas pada OFDM dengan hanya mengirimkan setengah dari total point FFT pada OFDM. Sehingga sinyanya tidak lagi ortohonal seperti OFDM, melainkan jarak antar sub-carrier menjadi lebih rapat lagi. Sedangakn GFDMA sendiri, masih menggunakan ide banyak carrier (multi-carrier) seperti OFDM, hanya saja GFDMA tidak menggunakan sinya sinusoid yang ortogonal oleh FFT, melainkan menggunakan pembentuk sinyal pulsa tersendiri untuk masing-masing subcarrier agar tidak saling mengganggu ketika semua sub-carrier ini ditambahkan dan dikirimkan secara bersamaan dalam simbol. SCMA sendiri, menggunakan kode tertentu yang dikalikan ke setiap data pengguna, di mana keluaran dari masing-masing pengguna ini digabungkan/dijumlahkan. SCMA ini diteliti untuk meningkatkan jumlah pengguna yang bisa mengakses data ke BTS, karena pada 5G diperlukan sekali teknologi yang bisa mendukung banyak pengguna untuk massive Internet of Things (IoT). Detailnya perlu dituangkan dalam sub-halaman berbeda ini. Gambar-gambar belum dibuat, semoga sempat dan ada waktu untuk membantu ilustrasinya.

Demikian kira-kira dari sekian banyak teknologi yang diteliti, beberapa diantaranya yang sedang hangat seperti Massive MIMO, Beamforming, Milimiter Wave, Full Duplex, FOFDM, SCMA, Grant-Free, dan GFDMA. Untuk menangani error atau kesalahan bit, Forward Error Coding (FEC), pada channel coding atau pengkodean kanal, teknologi yang sedang hangat dibahas adalah Raptor Code dan Polar Code. Oh iya, pada 4G pengkodean kanal yang dipakai adalah Turbo Code, yang diilhami dari mesin Turbin, serta Low Density Parity Code (LDPC). Teknologi lainnya juga kandidat pada 5G adalah Hybrid Automatic Repeat Request (H-ARQ).