Limit atau Lower Bound atau Batas Bawah untuk Akurasi Teknik Geolokasi (Geolocation)


Selama ini, saya masih menggunakan Cramer Rao lower bound (CRLB) sebagai limit atau lower bound atau batas bawah untuk mengevaluasi teknik wireless geolocation (geolokasi nirkabel) yang saya buat.

Ketika saya pertama kali submit manuskrip ke IEEE Trans. Wireless Comm., salah satu reviewer memberikan referensi yang sebaiknya saya bahas juga. Referensi ini adalah dua artikel yang diterbitkan oleh IEEE Trans. Information Theory, volume 56, nomor 10. Pertama kali mereka mempresentasikan sebagian materi artikel ini di IEEE Wireless Communications and Networking Conference, Hong Kong, March 2007. Kemudian mereka submit artikelnya pada bulanApril 15, 2008; revised October 07, 2008. Date of current version September 15, 2010. Kemudian diterbitan pada bulan Oktober 2010. Jadinya, riwayat paper ini lebih dari 3 tahun ya sejak dipresentasikan di konferensi. Memang untuk submit ke IEEE Trans yang ranking 1, perlu waktu lama juga.

Artikel pertama yang disarankan oleh Reviewer kedua ini ditulis oleh Yuan Shen, Student Member, IEEE, dan Moe Z. Win, Fellow, IEEE pada Oktober 2010, dari Laboratory for Information and Decision Systems (LIDS), Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA 02139 USA (e-mail: shenyuan@mit.edu; moewin@mit.edu). Judul artikel tersebut adalah Fundamental Limits of Wideband Localization — Part I: A General Framework. Kegiatan mereka ini dibiayai oleh the National Science Foundation under Grant ECCS-0901034, the Office of Naval Research Presidential Early Career Award for Scientists and Engineers (PECASE) N00014-09-1-0435, dan the MIT Institute for Soldier Nanotechnologies.

Menurut paper tersebut di bagian abstrak bahwa ketersediaan informasi menganai posisi atau lokasi adalah sangat penting sekali untuk aplikasi di militer, keamanan publik, maupun komersial. Menurutnya tahun-tahun yang akan datang, yaitu setelah tahun 2010, akan bermunculan jaringan-jaringan yang memerlukan informasi lokasi dengan keakuratan submeter, atau kurang dari 1 meter. Akurasi yang tinggi ini didapatkan dari pengukuran jarak yang akurat dengan menggunakan transmisi pita lebar (wideband transmission).

Jadinya bisa dirangkum bahwa akurasi yang tinggi untuk submeter –> menggunakan pengukuran jarak yang akurat –> caranya dengan menggunakan wideband. Saya juga pernah baca paper lain yang menggunakan ultra wideband untuk mengukur parameter-parameter propagasi gelombang elektromagnetik seperi time of arrival (TOA), direction of arrivel (DOA), received signal strengeth (RSS), dan lainnya yang bisa dikonversi ke jarak (range).

Lanjut lagi yuuk… Tujuan penelitian mereka adalah untuk menentukan fundamental limits untuk keakuratan teknik lokalisasi dari jaringan nirkable pita lebar di dalam lingkungan multipath (banyak lintasan).

Sebagai orang Indonesia, mungkin  terdengar geli ya dengan sebutan “lokalisai” karena bermakna negatif. Dalam bahasa inggris, teknik mendeteksi lokasi biasanya disebut sebagai geolocation (geolokasi), localization (lokalisai), dan positioning system (sistem menentukan posisi).

Paper seri pertama ini mengembangkan kerangka kerja secara umum untuk mengkarakterisasikan keakuratan lokasi dari sebuah node. Kemudian dibagian kedua, mereka mengembangkan lebih luas ke arah jaringan lokalisasi yang kooperatif.

Masih di dalam abstrak, mereka rupanya mengkarakteristikkan (characterize) keakuratan teknik lokalisasi (localization accuracy) dalam istilah ukuran kinerja/performansi (in terms of a performance measure) yang disebut dengan squared position error bound (SPEB).  Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, kalau saya selama ini masih menggunakan CRLB yang umum digunakan untuk batas keakuratan dalam melakukan estimasi suatu nilai dari variansi sekumpulan data yang dianalisa. Biasanya CRLB ini menggunakan root mean square error (RMSE) sebagai ukuran kinerja atau akurasi.

Lanjut lagi… berikutnya mereka menjelaskan pula bahwa untuk menurunkan rumus SPEB ini dengan ekspresi yang ringkas (succinct expression), mereka menggunakan equivalent Fisher information (EFI). I see… kalau CRLB menggunakan Fisher information.

Kemudian mereka klaim bahwa metologi mereka ini akan memberikan insight atau wawasan mengenai esensi dari permasalahan teknik lokalisasi. Caranya adalah dengan menyatukan informasi lokalisasi dari masing-masing individu anchor, dan juga apriori knowledge terhadap posisi agen dalam bentuk resmi (canonical form).

23 Agustus 2016, Bandar Lampung

Lanjut lagi…

Ternyata sudah panjang-panjang masih bahas abstrak juga hehehe…

Memang untuk memfilter jutaan paper yang ada, pertama kita filter melalui judul yang sesuai dengan topik yang kita tuju. Kemudian baca abstraknya, jika ok, lihat kesimpulan. Jika ok, baru lihat introduction dan seterusnya.

Mereka memulai analisis dengan menggunakan milik mereka sendiri yaitu bentuk gelombang (waveforms) yang diterima. Hal ini mereka pilih daripada menggunakan metrik sinyal yang mereka eksrak dari waveform ini, seperti misalnya TOA dan RSS. Sedangkan untuk CRLB kita menurunkan dari rumus yang menggunakan TOA, RSS, dan sebagainya.

Oleh karena itu, framework mereka ini menggunakan seluruh informasi yang melekat pada waveforms yang diterima, dan menghasilkan fundamental limit dari akurat dari geolokasi.

27 Agustus 2016, Gedung Meneng, Bandar Lampung

Selanjutnya langsung ke kesimpulan. Kira-kira apa ya di kesimpulan dari paper ini?

Mereka menuliskan bahwa di dalam paper tersebut, mereka telah mengembangkan sebuah framework untuk mempelajari jaringan yang aware terhadap lokasi dengan nirkabel berpita lebar. Mereka juga menentukan keakuratan dari geolokasi. Dalam hal ini lokasisasi saya ganti saja dengan geolaksi, karena di Indonesia, lokalisasi bermakna negatif.

Secara khusus mereka mengkarakterisasi keakuratan geolokasi dalam istilah ukuran kinerja yang disebut sebagai SPEB. Mereka juga menurunkan SPEB dengan menggunakan EFI. Metologi yang mereka usulkan ini menyediakan insights (pengetahuian yang mendalam/wawasan) mengenai esensi dari masalah geolokasi dengan menyatukan informasi geolokasi dari pengetahuan apriori dari posisi agen (target)  dan juga informasi individu dari masing-masing anchor (sensor atau receiver). Mereka menunjukkan bahwa kontribusi dari anchor, pengukuran, dan pengetahuan kanal apriori, dapat diekspresikan dalam bentuk canonical sebagai weighted sum dari ranging direction matrix (RDM).

Hasil yang mereka dapatkan diturunkan langsung dari bentuk gelombang yang diterima, bukannya dari ekstrak bentuk gelombang berupanya sinyal metric seperti TOA, dll. Oleh karena itu mereka  mengklaim bahwa paper mereka ini menjadi fundamental limit untuk geolokasi karena mereka menggunakan informasi yang melekat pada bentuk gelombang yang diterima. Mereka juga menyatakan bahwa hasil yang mereka dapatkan digunakan sebagai panduan untuk merancang sistem geolokasi, dan juga benchmark untuk jaringan yang aware terhadap lokasi.

 

Jadi kira-kira begitulah menurut abstrak dan kesimpulan dari mereka.

Selanjutkan kita perlu lihat ke bagian pendahuluan.

Seperti biasanya, kalimat pertama adalah pentingnya geolokasi. Kalau saya biasanya dimulai dengan pentingnya wireless geolocation. Kalau paper ini dimulai dengan pentingnya location-awarness. Merek menyebutkan contoh-contoh aplikasi di jaringan nirkabel yang menggunakan fitur location-awareness tersebut, yaitu (1)

Bersambung ….